Minggu, 30 Juni 2013

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER ASPEK MENULIS



PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEGIATAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA ASPEK MENULIS
OLEH: WAHYUNINGSIH RAHAYU, S.Pd, M.Pd.

         Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebijakan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.  
       Pendidikan karakter memanglah mutlak dibutuhkan untuk memberikan pondasi budi pekerti yang kuat terhadap anak didik. Akan tetapi kenyataan sekarang ini sebagai bangsa Indonesia yang sejak jaman nenek moyang kita terkenal dengan lemah lembutnya, sopan santunnya, kini bangsa Indonesia telah banyak mendapatkan berbagai pengaruh dari luar. Perilaku yang penuh dengan tata krama yang tinggi telah mulai pudar, karakter sebagai orang timur semakin samar. Remaja, bahkan Anak-anak kecil,  yang pada mulanya menghormati dan patuh pada orang tua kini tidak sedikit yang berani menantang dan berbuat kekerasan. Kejahatan dan pelanggaran terhadap berbagai aturan semakin banyak terjadi di kalangan pelajar.  Seorang remaja berani menusuk temannya hanya masalah sepele (Suara Merdeka, 27 Agustus 2010). Selain itu pelajar juga melakukan tindak kriminal lainnya, yakni dua Pelajar SLTP di Kecamatan Wedung Kabupaten Demak, mencuri bebek (Suara Merdeka,  4 Agustus 2010). 
       Siswa yang seharusnya menghormati dan taat pada guru banyak yang mulai meremehkan dan tidak lagi menghormati guru. Bukan saja siswa sekolah lanjutan yang mulai tidak sopan kepada guru, namun siswa sekolah dasarpun mulai biasa berperilaku yang kurang sopan pada gurunya, temannya, orang tua di sekitarnya bahkan pada orang tuanya sendiri. Anak-anak lebih banyak disuguhi permainan game yang serba canggih, modern, dan individualitas dari pada bermain bersama-sama temannya yang akan menimbulkan adanya rasa toleransi. Hal ini seperti kritik yang disampaikan oleh teater Emka FIB Undip yang mengibaratkan anak sekarang bagaikan di aquarium, yang terbatas dalam ruang geraknya dan kebersamaanya dengan anak-anak lainnya. Sehingga rasa kerukunan, rasa saling memiliki semakin tipis dimiliki oleh masing-masing anak, rasa egoistis yang semakin besar. 
Upaya menanamkan pendidikan karakter pada anak didik dapat dilakukan melalui pembelajaran Bahasa Indonesia. Salah satunya adalah pembelajaran membaca yang mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan karakater. Siswa sekarang ini kurang suka menulis. Dalam membaca sering tidak mengetahui apa isinya. Dalam membaca siswa kurang terarah sejak kelas rendah. Menurut pengamatan dan informasi dari berbagai pihak ada beberapa faktor yang mempengaruhi  kegiatan menulis siswa. Selain faktir internal dari dalam diri siswa juga faktor eksternal dari luar diri siswa. 
      Penyebab lainnya adalah cara mengajar guru yang kurang bervariasi dalam memanfaatkan pendekatan, media, maupun metodenya. Aspek kebahasan yang diajarkan di sekolah dasar meliputi kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Membaca merupakan aktivitas yang melibatkan indera penglihatan manusia. Membaca pada hakekatnya adalah suatu proses yang rumit yang melibatkan beberapa aspek dalam tubuh manusia. Kenyataan di lapangan sekarang ini, siswa kurag tertarik membaca buku. Siswa cenderung menyukai aspek menyimak. Mereka malas melakukan kegiatan membaca buku, sehingga buku-buku yang ada di perpustakaan juga nyaris tak tersentuh. Rendahnya minat baca siswa tentu saja akan mempengaruhi rendahnya kemampuan menulis siswa juga.
Rendahnya minat dan kemampuan siswa dalam keterampilan menulis tentu saja menjadi problema dalam pembelajaran Bahasa. Tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Sementara itu, dalam kurikulum 2006 untuk SD/MI, disebutkan bahwa tujuan pemelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia secara umum meliputi (1) siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara, (2) siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi,serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan, (3) siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional,dan kematangan sosial, (4) siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis), (5) siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (6) siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Untuk mencapai tujuan di atas, pembelajaran bahasa harus mengetahui prinsip-prinsip belajar bahasa yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya, serta menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya. Prinsip-prinsip belajar bahasa dapat disarikan sebagai berikut. Pebelajar akan belajar bahasa dengan baik bila (1)  diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat, (2) diberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas, (3) bila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa, (4) ia disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran, (5) jika menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan (7) jika diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994).
Dalam pembelajaran bahasa sekarang ini, kaitannya dengan program pendidikan karakter dari pemerintah, perlu menerapkan pendidikan karakter di dalamnya. Pendidikan karakter bagi siswa diperlukan sekali untuk menyeimbangkan antara perkembangan Iptek dan Imtaq. Pendidikan karakter merupakan proses yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku siswa yang memancarkan akhlak mulia atau karakter luhur yang menunjukkan cirikas bangsa Indoesia. Pelaksanaan pendidikan karakter bagi siswa sesuai dengan program Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan.
         Upaya penanaman nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran menulis ini merupakan salah satu upaya menanamkan pada diri anak  bagaimana cara memnyusun tulisan yang berkarakter dan dapat diteladani oleh diri sendiri maupun orang lain yang membacanya. Menulis merupakan aktivitas yang melibatkan indera penglihatan manusia, pikiran, dan peraba (tangan). Kenyataan di lapangan sekarang ini, siswa kurag tertarik dalam pembelajaran  menulis. Siswa cenderung menyukai aspek menyimak. Mereka malas melakukan kegiatan menulis, karena kesulitan menuangkan ide atau gagasan ke dalam bahasa tulis. Hanya sebagian kecil siswa yang aktif menulis. Bahasa tulis mereka sering bercampur aduk dengan bahasa tidak resmi ketika menulis.
           Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan atau berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Tulisan merupakan sebuah simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati pemakaiannya. Sebagai keterampilan berbahasa, menulis tidak dapat terlepas dari komponen-kompomen bahasa lainnya, yaitu menyimak, berbicara, dan membaca. Antarkomponen tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Keterampilan menulis merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa, khususnya di SD. Melalui keterampilan menulis diharapkan siswa dapat mengkomunikasikan gagasan, pendapat, pengalaman, pesan, dan perasaan secara sistematis dan logis. Guru dalam menyampaikan materi pelajaran belum menggunakan pendekatan dan metode yang tepat. Analisis yang diperoleh guru mengapa siswa enggan menulis antara lain: 1) Siswa belum memahami unsur yang harus ada dalam menulis; 2) Siswa belum menguasai format penulisan; 3) Siswa kurang menguasai ragam bahasa tulis terutama penggunaan bahasa baku; 4) Siswa kurang menyukai pelajaran menulis; dan 5) Siswa tidak mempunyai keberanian bertanya.
          Rendahnya minat siswa menulis  karangn tentu saja menjadi problema dalam pembelajaran Bahasa. Tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999) adalah keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Dalam pembelajaran menulis sekarang ini, kaitannya dengan program pendidikan karakter dari pemerintah, perlu menerapkan pendidikan karakter di dalamnya. Pendidikan karakter bagi siswa diperlukan sekali untuk menyeimbangkan antara perkembangan Iptek dan Imtaq. Pendidikan karakter merupakan proses yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku siswa yang memancarkan akhlak mulia atau karakter luhur yang menunjukkan cirikas bangsa Indoesia. Pelaksanaan pendidikan karakter bagi siswa sesuai dengan program Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (MPMBS) maupun pendidikan yang berbasis kompetensi. 
         Kementerian Pendidikan Nasional memiliki program prioritas sesuai dengan pengarahan Presiden R.I. dimana pada tahun 2011 telah dilaksanakan penyempurnaan metodologi pembelajaran dan kurikulum. Pada tahun 2012 diharapkan telah dilaksanakan oleh 25% sekolah dan tahun 2014 oleh semua sekolah. Oleh karena itu, diperlukan strategi dalam melaksanakannya agar tujuan program prioritas tercapai secara berkualitas tanpa harus menimbulkan keresahan pada setiap satuan pendidikan karena sering terjadinya perubahan-perubahan mendasar (Balitbang Kemendiknas, 2010). Dalam hal ini pembelajaran bahasa aspek menulis tentu saja dapat dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter.
          Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.  
       Ada beberapa hal yang perlu diperhatikana dalam pembelajaran Bahasa Indonesia aspek menulis dengan menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter. Salah satu contohnya adalah kegiatan pembelajaran menulis dengan pendekatn kinestik untuk aspek menulis karangan di kelas lima SD. Pembelajaran dengan pendekatan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru pada siswa tentang menulis yang menyenangkan serta dapat menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter. Menulis merupakan ketrampilan berbahasa yang digunakan sebagai komunikasi tidak langsung dan membutuhkan proses belajar dan berlatih. Ketrampilan menulis merupakan ketrampilan berbahasa yang produktif dan reseptif serta memerlukan kreativitas dalam memilih dan menyusun kosakata, sturktur kalimat, maupun pengembangan paragraph.
     Keterampilan menulis merupakan ketrampilan berbahasa yang harus dan penting untuk dimiliki siswa karena banyak keuntungan yang dapat dipetik dari kegiatan menulis yaitu : (1) menggali pengetahuan dan pengalaman yang kadang tersimpan di alam bawah sadar serta mengembangkan daya nalar;(2) memperluas wawasan, baik mengenai teori maupun fakta yang berhubungan;(3) menjelaskan masalah yang semula masih samar bagi diri sendiri;(4) dapat meninjau serta menilai gagasan sendiri secara lebih objektif;(5) lebih mudah memecahkan masalah yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret; (6) mendorong kita belajar secara aktif menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, menulis terencana membiasakan kita berpikir dan berbahasa secara tertib.            
       Setelah mengetahui keuntungan-keuntungan menulis tersebut maka pembelajaran menulis menjadi sangat penting untuk anak-anak sekolah dasar karena mereka sangat membutuhkan ketrampilan ini untuk bekal kemudian menjadi mahir menulis.
                Pelaksanaan pembelajaran menulis karangan narasi dengan model sinektik ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas siswa dalam kemampuan menulis sekaligus menanamkan karakter pada diri siswa.Karakter yang diharapkan melalui mata pelajaran bahasa Indonesia untuk sekolah dasar adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Karakter yang dikembangkan melalui mata pelajaran bahasa Indonesia
BAHASA INDONESIA

·   Religius
·   Jujur
·   Toleransi
·   Disiplin
·   Kerja Keras
·   Kreatif 
·   Mandiri
·   Demokratis
·   Rasa Ingin Tahu
·   Semangat Kebangsaan
·   Cinta Tanah Air
·   Menghargai Prestasi
·   Bersahabat/Komunikatif
·   Terbuka *


           Berdasarkan paparan Joyce, Weil, dan Calhoun ( 2011) menjelaskan bahwa model sinektik ini ada dua strategi yaitu strategi pembelajaran untuk membuat sesuatu yang baru (creating something new) dan strategi untuk membuat sesuatu yang asing menjadi familiar (making the strange familiar). Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan strategi yang pertama karena strategi ini lebih sesuai digunakan untuk pembelajaran menulis karangan narasi bagi siswa kelas V sekolah dasar. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
Tabel 4. Langkah-langkah Model Sinektik Pertama, Membuat Sesuatu yang Baru
Tahap Pertama :
Mendeskripsikan situasi saat ini
Tahap Kedua :
Analogi Langsung
Guru meminta siswa mendeskripsikan situasi atau topik seperti yang mereka lihat saat ini.
Siswa mengusulkan analogianalogi langsung, memilikinya, dan mengeksplorasi (mendeskripsikannya) lebih jauh.
Tahap Ketiga :
Analogi Personal
Tahap Keempat :
Konflik Padat
Siswa “ menjadi” analogi yang telah mereka pilih dalam tahap kedua tadi.
Siswa mengambil deskripsi-deskripsi dari tahap kedua dan ketiga, mengusulkan beberapa analogi konflik dan memilih salah satunya.
Tahap Kelima:
Analogi langsung
Tahap Keenam
Memeriksa kembali Tugas Awal
Siswa membuat dan memilih analogi langsung yang lain, yang didasarkan pada analogi konflik padat
Guru meminta siswa kembali pada tugas atau masalah awal dan menggunakan analogi terakhir dan atau seluruh pengalaman sinektiknya.

           Dalam sistem sosial model sinektik ini memungkinkan terbentuknya karakter toleransi, kreatif, demokratis, bersahabat/komunikatif, terbuka, dan rasa ingin tahu dapat diciptakan asalkan guru dapat memprakarsai rangkaian dan membimbing penggunaan mekanisme-mekanisme operasiaonal.Siswa punya kebebasan dalam diskusi terbuka, mereka melibatkan diri dalam pemecahan masalah metaforis.Norma-norma kerja sama,”permainan khayalan”, dan kualitas emosional penting dalam pemecahan masalah secara kreatif.
          Guru berperan mendorong siswa untuk memanjakan hal yang tidak relevan, fantasi, dan lainnya untuk memunculkan saluran-saluran pemikiran. Guru harus menerima seluruh respon siswa untuk meyakinkan bahwa siswa merasa tidak ada penghakiman eksternal terhadap ekspresi kreatifnya termasuk analogi-analogi yang tidak masuk akal sehingga siswa dapat mengembangkan perspektif-perspektif yang segar tentang masal yang mereka hadapi.
          Pelaksanaan model ini tetap membutuhkan sistem pendukung seperti ruangan belajar yang dirancang dalam bentuk kelompok-kelompok yang di dalamnya kreativitas muncul dan dihargai.
REFERENSI
Bruce, Joyce. Marsha, Weil. Emily, Calhoun. 2009. Models of Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendinas. 
Koesoema. Doni. A. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: Kompas Gramedia.

Subyantoro. 2009. Pelangi Pembelajaran Bahasa. Semarang: Unnes Press

Suara Merdeka. Semarang: Mascomgrafi

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrukltivistik. Jakarta. Prestasi Pustaka.




     



Tidak ada komentar:

Posting Komentar